Industri telekomunikasi di Indonesia saat ini masih didominasi oleh bisnis selular (mobile telecom), namun pertumbuhan bisnis selular dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan akibat penetrasi pasar yang telah mencapai 116% pada tahun 2012, sehingga mendorong Indosat untuk mulai fokus pada bisnis MIDI (Multimedia, Komunikasi Data & Internet) segmen B2B atau ICT (Information Communication Technology) B2B.
Dalam bisnis MIDI atau ICT B2B, kekuatan Indosat adalah pada layanan connectivity seperti datacom (MPLS, IPVPN, metro ethernet) dan internet, sedangkan untuk layanan IT Services masih kurang kuat, baik dari aspek kompetensi maupun pengalaman, padahal layanan IT Service memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dari keseluruhan jasa-jasa yang ada pada ICT B2B di Indonesia. Sehingga untuk memperkuat layanan IT Services yang memiliki keunggulan bersaing, Indosat melakukan strategi bisnis dengan pendekatan cooperative yaitu melalui aliansi strategis.
Aliansi strategis merupakan strategi bisnis yang sangat berisiko, karena berdasarkan berbagai hasil studi, tingkat kegagalannya sangat tinggi, karena dalam aliansi strategis mengandung risiko yang unik yaitu relational risk dan performance risk, sehingga perlu dilakukan pengelolaan risiko yang baik dan komprehensif.
Untuk melakukan pengelolaan risiko aliansi strategis, penulis menggunakan metode dan pendekatan ISO 31000, dikarenakan Indosat sejak tahun 2012 telah menerapkan ISO 31000 sebagai standar dalam praktek manajemen risiko. Selain itu pendekatan ISO 31000 dilakukan karena lebih mudah diimplementasikan, lebih sederhana dan tidak spesifik hanya untuk industri atau sektor tertentu saja.